Sejarah Wireless LAN ( WiFi )

Minggu, 01 Februari 2009
Mengenal Sistem Teknologi Informasi
Istilah TI ( Teknologi Informasi ) atau IT ( Information Technology ) yang populer saat ini adalah bagian dari
mata rantai panjang dari perkembangan istilah dalam dunia SI ( Sistem Informasi ) atau IS ( Information
System ). Istilah TI memang lebih merujuk pada teknologi yang digunakan dalam menyampaikan maupun
mengolah informasi, namun pada dasarnya masih merupakan bagian dari sebuah sistem informasi itu sendiri. TI
memang secara nota bene lebih mudah dipahami secara umum sebagai pengolahan informasi yang berbasis pada
teknologi komputer yang tengah terus berkembang pesat.
Sebuah Sistem TI atau selanjutnya akan disebut STI, pada dasarnya dibangun di atas lima tingkatan dalam
sebuah piramida STI. Berurutan dari dasar adalah : konsep dasar, teknologi, aplikasi, pengembangan dan
pengelolaan.

Pengantar STI
1. Konsep Dasar
Konsep memberikan pemahaman yang penting dan menyeluruh dari sebuah STI yang tengah dibangun.
Setidaknya ada 4 (empat) konsep dasar dari sebuah STI yang harus dipahami secara umum.
1. Konsep tentang sistem yang tengah berlangsung atau berlaku. Ini penting karena STI itu sendiri
adalah sebuah sistem dan merupakan bagian dari sistem pula, misalnya dalam sebuah perusahaan.
2. Konsep tentang informasi. Informasi tentu saja adalah produk yang diharapkan dapat dihasilkan dari
sebuah STI dan informasi adalah sebuah fokus yang harus mendapatkan pemahaman serius secara umum
dan merata. Sudah menjadi sebuah permasalahan yang sering kali muncul manakala sering kali didapati
sebuah kenyataan bahwa terkadang sebuah STI tidak selalu menghasilkan informasi, bahwa banyak dari
STI dapat dinilai gagal karena ternyata bukan informasi yang dihasilkan, meskipun didukung teknologi
yang cukup memadai.
3. Konsep yang menyangkut komponen-komponen pembentuk STI itu sendiri. Pemahaman akan hal
tersebut akan berguna saat proses penerapan STI dengan aplikasi – aplikasi berbeda sambil tetap
mempertahankan STI tersebut sebagai satu kesatuan yang utuh. Aplikasi STI untuk Bagian Penjualan
sudah tentu akan berbeda dengan aplikasi yang digunakan di Bagian Keuangan dan pasti berbeda dengan
yang diterapkan di Bagian Personalia, namun ketiganya merupakan bagian dari sebuah STI yang lebih
luas dan besar dan dibangun atas dasar yang sama. Konteks penerapannyalah yang membuat ketiganya
memiliki perbedaan.
4. Konsep tentang pemanfaatan informasi yang dihasilkan dari STI yang dikembangkan. Dengan
memahami tipe-tipe/jenis-jenis pemanfaatan informasi, maka dapat diketahui karakteristik/macam ragam
informasi yang relevan untuk dihasilkan oleh sebuah STI.
2. Teknologi
Di atas konsep dasar dapat ditentukan teknologi yang akan digunakan dalam STI yang akan dikembangkan.
Dapat berupa teknologi komputer, telekomunikasi atau teknologi apapun yang dapat memberi nilai tambah
dalam proses STI
3. Aplikasi
Pengaplikasian dari STI dapat diterapkan dengan berbagai cara. Bisa diterapkan mengikuti fungsi-fungsi
organisasi atau tingkatan manajemen dimana STI tersebut akan diaplikasikan. Beberapa contoh STI yang
diaplikasikan mengikuti fungsi-fungsi organisasi yang ada misalnya, MIS (Marketing Information System) untuk
Bagian Penjualan, HRIS (Human Resources Information System) untuk Bagian Personalia, atau FIS (Financial
Information System) untuk Bagian Keuangan. Sedangkan beberapa contoh STI yang diaplikasikan mengikuti
fungsi-fungsi manajemen yang ada misalnya, TP (Transaction Processing) dan PCS (Process Control System)
untuk manajemen level bawah, DSS (Decision Support System) atau sistem penunjang keputusan, ES (Expert
System) atau sistem pakar, kemudian ada EIS (Executive Information System) untuk manajemen tingkat
menengah dan atas.


4. Pengembangan
STI dapat dikembangkan melalui beberapa cara. Antara lain :
1. SDLC ( System Development Life Cycle ), yang menempuh tahapan analisis, desain, implementasi dan
perawatan dalam siklus hidupnya.
2. Metode Paket (Package), yang merupakan pembelian modul dalam bentuk paket STI.
3. Prototype, mengandalkan pengembangan paket kecil secara terus-menerus selama digunakan sampai
prototype tersebut memiliki bentuk jadi yang diinginkan.
4. EUC (End User Computing) yang dikembangkan para praktisi dari dalam/insourcing.
5. Outsourcing, yang merupakan STI yang dikembangkan dan dioperasikan oleh pihak ketiga/vendor.
5. Pengelolaan
Tahap paling tinggi dari pengembangan STI adalah pengelolaan STI itu sendiri yang telah beroperasi. Ada 2
(dua) isu penting tentang pengelolaan STI.
1. Pertama, pengendalian dan kontrol terhadap STI itu sendiri. Kontrol yang tidak dikelola dengan baik
akan menyebabkan STI tidak dapat mencapai tujuannya. Informasi yang diinginkan dari STI mungkin
bisa menjadi tidak akurat. Kontrol dan pengendalian di sini termasuk di dalamnya isu-isu seputar
kemanan STI.
2. Kedua, etika dan politik informasi yang juga harus diberikan perhatian yang cukup. Pengelolaan di
bidang ini yang dilakukan dengan tidak tepat mungkin akan menurunkan kinerja. Demikian juga dengan
pengelolaan politik informasi. Banyak STI yang secara teknis bagus, tetapi mengalami kegagalan dalam
penerapannya karena adanya politik informasi yang menggagalkan STI tersebut. Salah satu diantaranya
adalah adanya resistance to change atau keengganan berubah karena STI yang diterapkan ini akan
menurunkan kekuasaan atau kesempatan seseorang yang menyebabkan yang bersangkutan enggan
menerima STI yang ada.


Informasi dalam STI
Dalam sistem teknologi informasi, selanjutnya disebut STI, serumit apa pun atau sesederhana apa pun
pengembangannya, terdapat satu inti dan tujuan, yaitu menghasilkan informasi itu sendiri. Sesederhana apa pun
STI yang dikembangkan, jika bisa menghasilkan informasi yang diharapkan, maka pengembangannya bisa
dikatakan berhasil. Namun di lain pihak, secanggih apa pun STI yang dikembangkan, jika tidak dapat
menghasilkan informasi yang diharapkan, maka pengembangan STI yang canggih tersebut dikatakan gagal.
Kata ‘informasi’ telah menjadi urat nadi pengembangan STI. Lalu, apakah informasi itu sendiri ? Telah
disepakati secara umum, informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna bagi para
pemakainya. Dalam mencermati kalimat tersebut perlu diperhatikan bahwa data yang diolah menjadi bentuk
yang berguna, tidak hanya sekedar memiliki arti. Katakanlah, misalnya informasi “1,3 meter”, 1,3 meter jelas
memiliki arti sebagai satu koma tiga satuan panjang yang bernama “meter”, namun tidak begitu berguna bagi
orang yang menginginkannya dalam satuan “centimeter”. Dengan demikian “1,3 meter” tersebut harus diolah
kembali agar menjadi berguna bagi orang yang memerlukannya. Misalnya dengan menyodorkan pada orang
tersebut konversi satuan meter ke centimeter, bahwa “1 meter” adalah sama dengan “100 centimeter” sehingga
kita bisa memberikan kepadanya angka “130 centimeter”. Informasi tersebut kini menjadi berguna bagi orang
yang menginginkan informasi dalam satuan “centimeter”.
Di dalam STI, sebuah informasi dapat dikatakan berguna apabila ditopang oleh tiga hal :
1. Tepat pada kebutuhannya atau relevan
2. Tepat pada waktunya atau timelines
3. Tepat nilainya atau accurate
Dalam STI, informasi yang tidak didukung oleh ketiga hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai informasi yang
berguna, tetapi dapat dikatakan sebagai informasi sampah atau garbage. Kelak anggapan tersebut memunculkan
hukum Gi = Go (Garbage in = Garbage out / Sampah yang masuk = Sampah yang keluar).
Dalam perkembangannya, informasi di dunia STI banyak dipengaruhi oleh keterlibatannya dalam dunia
organisasi bisnis yang memang merupakan konsumen terbesar dari pengembangan STI. Hal tersebut
mengakibatkan informasi dalam STI secara umum disebutkan memiliki 3 (tiga) tipe (Jogiyanto HM) sebagai
berikut :
1. Informasi Pengumpulan Data (Scorekeeping Information)
Merupakan informasi yang mengambil bentuk berupa akumulasi atau pengumpulan data untuk
menjawab pertanyaan, “ Am I doing well or badly ?” “Apakah saya sudah mengerjakannya dengan baik
atau belum ?”. Dalam sebuah organisasi bisnis atau perusahaan, informasi ini berguna bagi manajer
tingkat bawah untuk mengevaluasi kinerja personel-personelnya.
2. Informasi Pengarah Perhatian (Attention Directing Information)
Merupakan informasi untuk membantu memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang
menyimpang, ketidakberesan, ketidakefesienan dan kesempatan-kesempatan yang dapat dilakukan
informasi tersebut untuk menjawab pertanyaan, “What problem should I look into ?” “Permasalahan
apakah yang seharusnya saya cermati ?” Dalam sebuah organisasi bisnis atau perusahaan, informasi tipe
ini akan membantu manajemen menengah untuk melihat penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Penyimpangan disini bisa berupa over budget biaya, target penjualan yang tidak tercapai, pendapatan
perusahaan yang menurun, biaya produksi yang meningkat diluar perkiraan atau lainnya. Yang
merupakan perbedaan dari apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi dalam kenyataan, das sein vs
das sollen.
3. Informasi Pemecahan Masalah (Problem Solving Information)
Merupakan informasi yang membantu pengambilan keputusan untuk memecahkan permasalahan yang


tengah dihadapi. Informasi ini untuk menjawab pertanyaan “ Of the several ways of doing the job,
which is the best ?” Problem solving biasanya dihubungkan dengan keputusan-keputusan yang tidak
berulang-ulang serta situasi yang membutuhkan analisis yang dilakukan oleh manajemen tingkat atas.
Masih bersentuhan dengan pengembangan STI dalam sebuah organisasi yang bergerak di bidang bisnis
khususnya, informasi mengambil beberapa karakteristik. Karakteristik yang berbeda tersebut biasanya
disebabkan pembagian tingkat manajemen yang diberlakukan dalam sebuah organisasi bisnis. Setiap level
manajemen memiliki perbedaan fungsi dan fokus kerja sehingga membutuhkan informasi yang relevan pula.
Karena itulah sebenarnya, informasi mengikuti karakteristik dari tiap level manajemen yang ada. Beberapa
karakteristik yang bisa disebutkan antara lain :
1. Kepadatan Informasi
Manajemen tingkat bawah biasanya memerlukan informasi yang berkarakter mendetail dan terperinci
atau dengan kata lain, kurang padat. Hal tersebut terjadi karena manajemen level bawah lebih banyak
berkecimpung dengan tugas pengendalian operasi langsung. Sedangkan untuk manajemen yang lebih
tinggi, biasanya informasi makin tersaring, lebih ringkas dan semakin padat.
2. Frekuensi Informasi
Frekuensi informasi yang diterima manajemen yang berbeda akan berbeda pula. Untuk manajemen
tingkat bawah biasanya lebih cenderung rutin karena berkaitan dengan tugas dan pekerjaan yang rutin
pula serta berulang-ulang. Semakin tinggi level manajemen, informasi yang dibutuhkan akan semakin
tidak rutin dan seringkali ad hoc atau mendadak karena manajemen yang makin tinggi seringkali
dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tidak terstruktur dimana pola dan waktunya tidak pasti.
3. Jadwal Informasi
Masih berkaitan dengan frekuensi. Karakter informasi yang disajikan secara periodik dan jadwal yang
jelas biasanya dikonsumsi oleh manajemen tingkat bawah. Sedangkan manajemen yang lebih tinggi
biasanya tidak terjadwal.
4. Periode Informasi Tersebut Dibutuhkan
Manajemen tingkat bawah lebih membutuhkan informasi historis untuk mengevaluasi tugas-tugas rutin
yang sudah terjadi. Sedangkan karakter informasi yang dibutuhkan oleh manajemen yang lebih tinggi
cenderung informasi prediksi yang menyangkut nilai masa depan.
5. Akses Informasi
Informasi historis, rutin/periodik, berulang-ulang dapat diakses secara offline. Sajian offline ini
ditujukan untuk manajmen tingkat bawah. Sebaliknya, untuk manajmen tingkat atas yang memerlukan
informasi kapanpun diperlukan akses informasi secara online.
6. Luas Informasi
Terfokus pada masalah tertentu digunakan oleh manajmen tingkat bawah yang memang mempunyai
tugas yang khusus. Sedangkan untuk manajemen tingkat atas membutuhkan informasi yang semakin
luas karena manajemen tingkat atas berhubungan dengan permasalahan yang lebih luas.
7. Sumber Informasi
Manajemen tingkat bawah biasanya lebih terfokus pada pengendalian operasi internal perusahaan,
maka manajemen tingkat ini memerlukan informasi yang bersumber pada internal perusahaan itu sendiri.
Sedangkan untuk menejemen tingkat atas yang berorientasi pada strategi dan perencanaan di masa yang
akan datang , selain informasi internal, diperlukan juga informasi yang bersumber dari eksternal
perusahaan itu sendiri.


STI di Persimpangan Jalan
Sudah bukan rahasia lagi jika pengembangan Sistem Teknologi Informasi (STI) memakan biaya yang tidak
sedikit, apalagi jika yang dikejar adalah kualitas terbaik. Slogan ‘Harga Tidak Pernah Bohong’ pun sudah jadi hal
yang wajar dalam pengembangan STI. Namun, apa boleh buat ? Pengembangan STI pun tetap dipaksakan untuk
bergulir meskipun para pemainnya masih terkesan ‘malu-malu’ dan ‘setengah-setengah’ dalam menerjunkan
dirinya ke tengah pertarungan di abad baru informasi yang dimotori oleh keajaiban teknologi ini.
Banyak hal yang menyebabkan hal demikian tersebut di atas. Memiliki STI yang tengah dikembangkan sudah
pasti memberikan prestise sendiri bagi pelakunya. STI juga tengah menjadi salah satu ikon kecanggihan dan
bonafiditas sebuah organisasi bisnis yang mengembangkannya. STI pun ditahbiskan sebagai simbol modernitas
saat ini. Dibalik semua itu, biaya yang harus dikeluarkan untuk prestise, ikon kecanggihan serta simbol
modrenisasi jelas tidak sedikit. Belum lagi implementasi yang tidak berujung-pangkal dengan jelas pun masih
terus membayangi pengembangan STI di sebuah organisasi bisnis yang disebabkan adanya hambatan yang
dihadapi saat pengimplementasian yang muncul dari dalam organisasi itu sendiri, dan juga tidak dapat
dipandang sebelah mata. Di satu sisi sebuah organisasi bisnis mendambakan prestise, ikon kecanggihan dan
simbol modernitas sementara di sisi lain pada saat yang sama dihadapkan pada biaya yang melangit dan
implementasi yang bakal tersendat-sendat. Setidaknya, seperti itulah gambaran umum yang bisa diambil saat ini
dalam mengembangkan STI. STI setidaknya baru mencapai tahapan lipstik atau asesoris dari sebuah organisasi
bisnis. Dengan kata lain, pemaksimalan pengembangan STI belum mencapai tahapan yang memang menjadi
sebuah motor penggerak bisnis disebuah organisasi bisnis, katakanlah baru sekian persen yang sedikit dari semua
pemain yang berkecimpung mengembangkan STI untuk kepentingan organisasi bisnis mereka. Lalu, apakah ada
fungsi yang bisa diberdayakan dari STI itu sendiri untuk kepentingan organisasi bisnis ?
Menyambung pertanyaan di atas, ada beberapa pertanyaan yang bisa digunakan untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Bagaimana dengan faktor persaingan / kompetisi bisnis ? Apakah STI bisa menjadi salah satu faktor
dalam menentukan daya saing misalnya.
Jika mengikuti model Porter (1985), persaingan dibangun atas 5 (lima) ancaman bagi sebuah organisasi bisnis,
yaitu :
1. Pesaing yang sudah ada (rivalry among existing competitor)
2. Ancaman pesaing baru (threat of new entrants)
3. Ancaman produk subtitusi/pengganti (threat of subtitute product and service)
4. Kekuatan tawar-menawar dari pelanggan (bargaining power of consumers)
5. Kekuatan tawar-menawar dari pemasok (bargaining power of suppliers)
Ancaman-ancaman tersebut sebetulnya sebuah kesempatan (oportunity) yang menguntungkan apabila sebuah
organisasi bisnis mampu mengatasi hubungan dengan pelanggan, pemasok, produk dan jasa subtitusi, calon
pesaing baru dan pesaing lama. Lalu, menyambung pertanyaan-pertanyaa sebelumnya,
“Apakah STI bisa berperan di bidang tersebut ? “
Tiga serangkai Applegate, Mc Farlan dan Mc Kenny (1996) menjawab pertanyaan tersebut di atas dengan
mengajukan 5 (lima) pertanyaan berikut ini :
1. Dapatkah STI merubah dasar persaingan ?
Pertanyaan ini diajukan untuk menjawab ancaman dari pesaing-pesaing yang sudah ada. STI harus bisa
berperan merubah dasar cara bersaing. Contoh terbaik adalah penjualan buku lewat internet yang


dilakukan oleh www.amazon.com yang revolusioner. Dan ketika perusahaan sejenis mulai bermunculan,
amazon.com segera merubah taktik dengan menjalin kerjasama dengan situs-situs terkemuka di dunia
dengan menempelkan bannernya dan perkembangan yang terjadi kemudian justru kini banya situs yang
mendaftarkan diri ke amazon.com sebagai link dari amazon.com dengan pembagian keuntungan yang
layak.
2. Dapatkah STI membangun halangan-halangan untuk masuk bagi pesaing ?
Untuk mengatasi ancaman pesaing-pesaing baru, perusahaan dapat melakukannya dengan membangun
halangan-halangan untuk masuk sebagai mekanisme pertahanan diri. Ada banyak cara untuk melakukan
hal tersebut. Membuat produk skala ekonomis, membuat biaya berpindah, menguasai akses ke chanel
distribusi, membuat produk atau jasa yang berbeda atau menciptakan biaya yang mahal untuk kompetisi.
Dalam bidang ini, STI disebut sebagai pemampu (enabler) karena memang potensial untuk
menciptakan hal tersebut..
3. Dapatkah STI digunakan untuk menghasilkan produk-produk baru ?
Pertanyaan ini diajukan untuk menjawab ancaman dari produk-produk baru yang biasanya dimotori oleh
bidang Research and Development yang didukung oleh STI yang canggih.
4. Dapatkah STI membangun biaya berpindah ?
Pertanyaan ini berhubungan dengan kekuatan tawar-menawar dari para konsumen atau pelanggan.
Sudah diakui oleh kalangan bisnis jika para pelanggan memiliki kekuatan tawar-menawar. Untuk
menjadikan pelanggan tetap setia dan loyal, kekuatan tawar-menawar pelanggan tersebut harus
dikurangi. Pelanggan harus dikunci untuk tetap setia dan loyal. Cara yang paling efektif untuk mengunci
pelanggan agar tetap loyal adalah dengan menimbulkan swiching costs/biaya berpindah. Contoh terbaik
adalah dari perusahaan McKesson corp, sebuah perusahaan obat. McKesson memberikan
terminal-terminal kepada para pelanggannya, toko-toko obat dan apotik yang digunakan untuk
pemesanan obat secara online. Pelanggan McKesson mempunyai 2 (dua) alternatif, memesan obat pada
McKesson dengan beberapa keuntungan dengan menghemat beberapa macam biaya seperti biaya
kesalahan, biaya finansial, biaya waktu dan biaya kenyamanan. Atau memesan ke supplier obat lainnya
dengan mengeluarkan biaya pulsa telepon, biaya kertas facs, resiko kekeliruan dalam pemesanan dan
kekurang nyamanan dalam melakukan pemesanan.
5. Dapatkah STI merubah keseimbangan kekuatan dari hubungan dengan pemasok ?
Pertanyaan ini adlah untuk menjawab ancaman kekuatan tawar-menawar dengan pemasok/supplier.
Pemasok mempunyai kekuatan tawar-menawar untuk menentukan harga barang dan waktu pengiriman
barang terutama untuk barang yang langka atau cepat terserap habis di pasaran atau barang-barang yang
memiliki permintaan yang tinggi dari konsumennya. Kekuatan pemasok tersebut bisa diimbangi dengan
cara menimbulkan persaingan antar pemasok dan memilih pemasok yang terbaik. Salah satu contohnya
adalah ritel WalMart dan Macro (Indonesia). Perusahaan tersebut meminta pemasoknya untuk
mengontrol sendiri inventorinya masing-masing dan mengecek faktur pengiriman dan tagihan-tagihan
pemasok itu sendiri via web/internet maupun saling menghubungkan STI dengan para pemasoknya.
Dengan cara ini, Wal Mart dan Macro dapat menghemat biaya persediaan barang dan biaya-biaya
administrasi lainnya dan meningkatkan akurasi data serta efesiensi kerja serta memilih pemasok yang
terbaik untuk memasarkan produk-produk sejenis.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas sudah pasti mempunyai nilai strategis dan kesempatan-kesempatan
strategis dalam memanfaatkan STI semaksimal mungkin untuk kepentingan sebuah organisasi bisnis. Lalu, apa
yang harus dilakukan untuk tidak membuang nilai dan kesempatan strategis tersebut agar tidak terbuang
percuma ?


Porter dan Millar (1986) mengajukan 5 (lima) tahapan yang bisa diambil untuk menjangkau nilai dan
kesempatan strategis tersebut :
1. Menilai Intensitas Informasi
Porter dan Millar mengusulkan untuk mengecek setiap kegiatan di rantai nilai organisasi untuk melihat
intensitas kebutuhan informasinya. Kegiatan yang mengandung intensitas informasi yang tinggi akan
semakin bernilai strategis dan mempunyai kesempatan mendapatkan keunggulan strategis.
2. Menentukan Peran STI di Struktur Organisasi
Peran STI untuk menambah nilai perlu diidentifikasi dan ditentukan secara jelas. Apakah untuk
meningkatkan respon bagi pelanggan, penyedia informasi strategis atau lainnya.
3. Menentukan Pioritas Apa yang Bisa Dilakukan STI
Mengidentifikasi dan merangking (berdasarkan prioritas/fokus) cara-cara yang dapat dilakukan STI
untuk membuat keuntungan strategis.
4. Meneliti Kemungkinan STI dalam mengembangkan bisnis baru
5. Membuat Rencana untuk Mengambil Keuntungan dari STI
STI harus direncanakan pararel dengan perencanaan bisnis untuk mendapatkan keuntungan dari STI
yang dikembangkan.
Sementara itu, melengkapi model Porter dan Millar dalam memposisikan STI untuk menjangkau nilai dan
kesempatan strategis, model Peter G. Keen yang dikenal dengan nama Keen’s reach and range memberikan
framework berdasarkan 2 (dua) faktor :
1. Jangkauan ( Reach )
Jangkauan menunjukkan letak dari STI , apakah terletak di dalam (internal) ataukan sudah di luar
(eksternal), inside organisasi ataukan outside organisasi.
2. Lingkupan ( Range )
Lingkupan menunjukkan luas dari aplikasinya.


Jangkauan / Reach
Siapapun, dimanapun E
kapanpun
Pihak Luar dgn STI
platform berbeda
Pihak Luar dgn STI D
platform sama
Outside / Eksternal
Inside / Internal
Akses dalam organisasi C
lokasi global
Akses dalam organisasi B
lokasi domestik
Dalam satu lokasi A
Lingkupan / Range

Pada awalnya, sebuah perusahaan yang pertama kali menerapkan pengembangan STI, jangkauannya masih
berada di internal perusahaan dengan lingkup aplikasi yang masih sedikit yang digambarkan dengan titik “A”,
namun selanjutnya akan semakin berkembang dengan posisi STI di titik “B” dan seterusnya.
Menarik untuk menyertakan sebuah perjalanan supllies rumah sakit dari Amerika, American Hospital Supply
Company (AHSC) dalam meraih nilai dan kesempatan strategis dalam Model Poter dan Millar dalam ruang
lingkup Keen’s Reach and Range.
1. STI mulai diterapkan AHSC sejak tahun 1950 dan sampai dengan awal 1960 STI yang digunakan masih
berorientasi pada operasi internal dan managemen kontrol.
2. Tahun 1964 STI AHSC mulai ditarik keluar untuk membantu rumah-rumah sakit lokal dalam
mengendalikan persediaan barangnya dengan menggunakan teknik EDI ( Electronic Data Interchange)
yang paling awal dan sederhana. Menggunakan kartu plong dan unit card reader yang kemudian
meneruskan pesanan barang ke AHSC melalui jaringan telepon. Dampak positifnya, order barang
semakin akurat, waktu pengiriman barang menurun dan persediaan barang yang mengendap di rumah
sakit juga menurun. Sistem ini kemudian disebut ASAP (As Soon As Posible).
3. Dengan munculnya komputer personal, ASAP ditingkatkan. Kartu-kartu plong mulai ditinggalkan dan
mulai beralih pada komputer micro serta mainframe yang terhubung secara online dari AHSC dengan
rumah sakit yang menjadi langganannya. Pada tahap ini pula, diimplemntasikan VIP, sebuah STI yang
menghubungkan AHSC dengan para pemasoknya. Hasil kombinasi dari ASAP dan VIP ini adalah
peningkatan produktifitas pengolahan order sebesar US$ 11 Juta dengan peningkatan pendapatan untuk


AHSC sebesar US$ 4-5 juta.
4. Tahun 1985, AHSC kemudian dibeli oleh Baxter Travenol yang kemudian bekerja sama dengan
General Electric Information Service (GEIS) membuat ASAP generasi baru yang diberi nama ASAP
Express. Sistem ini mengintegrasikan VIA dan ASAP untuk membuat jaringan elektronik untuk
supplies rumah sakit yang difasilitasi GEIS.
5. Tahun 1994, Baxter Travenol meninggalkan ASAP dan mulai bekerja sama dengan Bergen Burnsweig
(distributor farmasi), Boise Cascade (distributor produk-produk kantor), Eastman Kodak (pemasok
sistem gambar/image) dan TSI International (pemasok perangkat lunak dan EDI) untuk membuat
sistem dengan nama OnCall. Sistem ini menyediakan hubungan langsung ke masing-masing pihak
melalui e-commerce.
STI memang berada di simpang jalan antara fungsinya sebagai asesoris dan sekedar lipstik dengan STI sebagai
kekuatan yang sangat besar dalam mengembangkan usaha dari sebuah organisasi bisnis. Jadi, pilih mana ?


Outsourcing Percepatan Pengembangan
STI
American Hospital Supply Company (AHSC) memulai pengembangan Sistem Teknologi Informasi (STI) sejak
tahun 1950 untuk mencapai tingkat pengembangan STI pada saat ini. Sebuah usaha pengembangan STI yang
terus-menerus, memakan waktu yang lama dan sudah pasti memakan biaya yang sangat besar. Namun, pada saat
ini, tidak semua organisasi bisnis sepakat dengan apa yang ditempuh oleh AHSC untuk mengembangkan STI.
Faktor persaingan bisnis yang sarat strategi, bidang persaingan bisnis yang semakin meluas dan kompleks,
perkembangan teknologi yang sangat cepat membuat organisasi-organisasi bisnis ini memutar otak lebih keras
untuk bisa mengembangkan STI tanpa mengganggu fokus bisnis mereka baik dari segi budget, strategi maupun
sumberdaya organisasi lainnya. Dengan kata lain mereka mengharapkan pengembangan STI yang progresif,
cepat dalam pengembangan, cepat dalam implementasi, berkelas, berkualitas tinggi, solid dan ditangani oleh
para expert / pakar dibidangnya sekaligus sanggup membawa organisasi bisnis mereka memiliki kemampuan
daya saing yang meningkat dan tidak ragu untuk terjun dibidang persaingan bisnis yang global. Nyaris dengan
cara instan.
Gagasan-gagasan seperti itulah yang kemudian melahirkan istilah pengembangan STI metode Outsourcing,
sebuah metode pengembangan STI secara terpadu yang dikembangkan dan dikelola oleh pihak ketiga.
Motode outsourcing ini menjadi pilihan karena memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut :
1. Biaya teknologi yang semakin meningkat dan akan lebih murah jika perusahaan tidak berinvestasi lagi
tetapi menyerahkan pada pihak ketiga dalam bentuk outsourcing yang terhitung lebih murah
dibandingkan mengembangkan sendiri dikarenakan outsourcer menerima jasa dari perusahaan lainnya
sehingga biaya tetap outsourcer dapat dibagi ke beberapa perusahaan yang memanfaatkan jasanya.
2. Mengurangi waktu proses karena beberapa outsourcer dapat dipilih lebih dari satu sekaligus untuk
bekerja sama untuk menyediakan jasa ini kepada perusahaan.
3. Jasa yang diberikan oleh outsourcer telah dikembangkan oleh para ahlinya
4. Suatu perusahaan mungkin tidak mempunyai pengetahuan tentang sistem teknologi sedangkan
outsourcer memilikinya
5. Perusahaan merasa tidak perlu dan tidak ingin melakukan transfer teknologi dan tranfer pengetahuan
yang dimiliki outsourcer.
6. Meningkatkan fleksibilitas untuk melakukan atau tidak melakukan investasi
7. Mengurangi resiko kegagalan investasi yang mahal
8. Perusahaan dapat memfokuskan pada pekerjaan lain yang lebih penting
Sedangkan paket-paket aplikasi yang terintegrasi dalam sebuah metode outsourcing biasa disebut ERP
(Enterprise Resources Planning), suatu perangkat lunak / software dengan aplikasi yang terintegrasi dengan
baik untuk digunakan secara luas dalam organisasi bisnis. Termasuk di dalamnya TPS (Transaction Processing
System) ditambah dengan sistem-sistem informasi fungsional yang terintegrasi. Aplikasi-aplikasi yang
terintegrasi itu biasanya dapat digolongkan dalam fungsi-fungsi akuntansi, keuangan, sumber daya manusia,
pemasaran, logistik dan lainnya. Aplikasi yang menyangkut fungsi akuntansi biasanya modul buku besar, piutang
dagang, hutang dagang, aktiva tetap, manajemen kas dan akuntansi. Fungsi keuangan dikelola oleh modul
analisis portofolio, analisis resiko, analisis kredit, manajemen aktiva, sewa guna dll. Aplikasi ERP untuk fungsi
SDM diantaranya rekruitmen, penggajian, manajemen personil, pengembangan karyawan dan manajemen
kompensasi serta lainnya. Dibudang pemasaran meliputi manajemen relasi pelanggan, pemasukkan order dan


pemrosesan order dll. Sedangkan ERP dibidang logistik biasanya perencanaan produksi, menejemen material
dan manajemen pabrik.
ERP berbeda dengan paket-paket komersial lainnya. Perbedaannya antara lain :
1. Modul-modul ERP terintegrasi lewat basis data yang umum. Sebagai misalnya, jika terjadi transaksi
order penjualan di suatu tempat, maka hasil dari transaksi ini akan langsung berakibat di basis data
untuk modul yang lainnya, misalnya modul akuntansi, logistik, pengiriman dll
2. Modul-modul ERP dirancang sesuai dengan proses bisnis yang mengikuti proses rantai nilai (value
chain) atau rantai penyediaan (supply chain) yaitu aktivitas mulai dari logistik bahan mentah, produksi,
logistik bahan jadi, penjualan dan pemasaran dan sebagainya. Dengan kata lain modul ERP dirancang
mengikuti proses bisnis dari hulu hingga hilir.
Manfaat ERP menurut penelitian terakhir yang dilakukan oleh Martin (et al., 2002) menunjukkan adanya 6
(enam) keuntungan dengan menerapkan paket ERP. 3 (tiga) keuntungan berhubungan dengan masalah bisnis, 2
(dua) berhubungan dengan STI dan 1 (sastu) berhubungan baik bisnis maupun STI.
Tiga keuntungan yang berhubungan dengan masalah bisnis antara lain :
1. Integrasi data yang menyebabkan akses data ke unit bisnis lain, fungsi-sungsi lain, proses-proses dan
organisasi meningkat.
2. Menyediakan cara lain untuk melakukan bisnis yaitu lewat rekayasa proses bisnis (business process
reengineering) menuju ke orientasi proses dan pengurangan biaya proses bisnis.
3. Menyediakan kemampuan global dengan menyediakan globalisasi lewat proses bisnis yang umum dan
kelas dunia yang berstandar internasional.
Kedua keuntungan yang berkaitang dengan STI :
1. Manfaat menerapkan paket yang sudah jadi bukan membangunnya dari bawah. Manfaat yang diperoleh
adalan manfaat waktu yang lebih cepat, biaya yang relatif murah dan kemampuan dari paket.
2. Memanfaatkan arsitektur teknologi informasi yang digunakan yang dapat menghemat biaya
Sedangkan sebuah manfaat bagi bisnis dan STI adalah fleksibilitas menggunakan teknologi client server yang
mudah dikembangkan sesuai dengan pertumbuhan bisnis.
Penelitan yang dilakukan oleh Martin et al. (2002) membagi 2 (dua) tujuan organisasi menerapkan ERP :
1. Untuk menerapkan aktivitas mata rantai proses bisnis dari hulu hingga hilir dalam satu kesatuan yang
terintegrasi dengan baik.
2. Untuk mendukung aktivitas bisnis fungsional meliputi proses-proses akuntansi, keuangan, sumber daya
manusia dan fungsi-fungsi lainnya.
Pada saat ini ada beberapa penjual jasa outsourcing lengkap dengan ERP-nya antara lain Oracle, SAP
(Systemabalyse und Programmentwicklung), Baan, J.D. Edwards, IFS (Industrial and Financial System),
Peoplesoft dan lain-lain. Untuk saat ini Oracle dan SAP adalah yang paling banyak dipakai di dunia. Outsourcing
dan ERP-nya cukup fleksibel dalam masalah pengelolaannya. Ada 4 (empat) alternatif pengelolaan outsourcing
ini :
1. Buy-In (Beli ERP dikelola internal), yaitu outsourcer menyediakan sumberdaya STI seperti pemogram
komputer namun untuk pengelolaan kegiatan-kegiatan STI masih dikerjakan di departemen IT secara
internal. Departemen IT internal ini bertanggungjawab menyediakan hasilnya. Hubungan kerjasama
antara perusahaan dengan outsourcer biasanya hanya hubungan bisnis berjangka pendek.
2. Prefferred Supplier (Pemasok terpilih), sama seperti buy-in, namun hubungan bisnis antara perusahaan
dan outsourcer berjangka panjang.
3. Contract-Out (kontrak penuh), yaitu outsourcer menyediakan sumber-sumber daya STI semacam
pemogram komputer, mengelola kegiatan-kegiatan STI dan bertanggung jawab menyediakan hasilnya.
4. Prefferred Contractor (Kontraktor terpilih),yaitu perusahaan dan outsourcer membangun kerjasama
jangka panjang.


Sedangkan hambatan-hambatan yang bisa muncul saat mengembangkan metode outsourcing dengan paket
ERP-nya antara lain :
1. Implementasi ERP bukan hal yang bisa dianggap enteng dan organisasi harus merubah cara mereka
berbisnis. Hal tersebut mungkin akan bertambah sulit dengan adanya resistance to change dari personil
yang terkena imbasnya akibat perubahan proses bisnis.
2. Biaya Implementasi ERP yang cukup mahal dan tidak semua organisasi bisnis sanggup
menanggungnya.
3. Permasalahan kesiapan para personil yang mungkin kurang dari segi mental maupun keahliannya.
REFERENSI
1. [Jogiyanto HM. 2003] Sistem Teknologi Informasi terbitan Andi Offset Yogjakarta.
2. Sumber-sumber terkait lainnya.
BIOGRAFI PENULIS
Dindin Nugraha. Lahir di Bandung, 11 Oktober 1976. Menamatkan SMU di SMUN 10 , Bandung pada tahun 1995.
Menyelesaikan program D1 pada jurusan Informatika dan Ilmu Komputer di Bandung pada tahun 1996-1997. Saat ini tengah
bekerja sebagai praktisi TI di sebuah perusahaan distributor minuman swasta nasional.
Informasi lebih lanjut tentang penulis ini bisa didapat melalui:
Email: dinesea@lycos.com
posted by siwacak @ 05.40  
0 Comments:

Posting Komentar

<< Home
 
Website Hit Counters
Website Hit CounterIP
Busby Seo Test Page
Busby Seo Test
blog-indonesia.com
About Me

Name: siwacak
Home: pontianak, kalbar
About Me:
See my complete profile
Previous Post
Archives
Shoutbox

Links
Powered by

Free Blogger Templates

BLOGGER